Powered by Blogger.

Berbagi Perhatian Lewat Media Sosial

No comments
Saat masih di sekolah dasar, kita sering diajarkan bahwa bangsa Indonesia memiliki karakter gotong royong, tolong menolong, dan ramah tamah. Namun, seiring perkembangan zaman, kita patut mempertanyakan kembali apakah karakter tersebut masih relevan?

Bersamaan dengan semakin majunya teknologi informasi, pengguna media sosial (medsos) di Tanah Air pun kian membanjir. Medsos kerap dijadikan sarana berbagi kabar, meluapkan emosi, dan menularkan inspirasi kepada kerabat atau teman-teman.

Namun, seiring dengan maraknya fenomena tersebut, mulai lahir pula budaya abai terhadap keadaan sesama kita. Banyak orang yang menganggap ajang berbagi di medsos sebagai tindakan caper (cari perhatian) atau pamer.

Tidak jarang, informasi yang diunggah seseorang di medsos diabaikan oleh rekan-rekannya. Misalnya, saat seseorang memasang status bahwa dirinya sedang dilanda sakit dan ingin ditengok. Banyak yang berpendapat nyinyir, seperti, "Gitu saja buat apa di-posting?"

Di lain pihak, rekan-rekan yang berupaya memberikan atensi terhadap unggahan seseorang di medsos kerap dianggap carmuk (cari muka) atau kepo (mau tahu saja). Namun, pernahkah Anda berpikir jangan-jangan sikap itu sejatinya mencerminkan empati kita semakin terkikis?

Psikolog klinis Kasandra Putranto mengatakan saat ini masyarakat Indonesia lebih sering memberikan reaksi yang dingin, sinis, negatif, dan tidak hangat apabila ada orang lain yang membutuhkan perhatian, apalagi di ruang media daring.

Kalau ada yang pasang status sedang sakit, banyak yang merespons, "Oh lu sakit? Ya itu derita lu." Lalu sebenarnya, ke mana bangsa yang katanya ramah tamah itu? Padahal, dengan memasang status yang dianggap galau itu, orang yang sakit tadi berharap mendapat dukungan agar cepat sembuh.

Pemilik lembaga konseling dan terapi psikologi PT Kasandra Persona Prawacana itu berpendapat semakin banyaknya masyarakat yang bersikapjudgmentalterhadap status seseorang di medsos menimbulkan budaya untuk saling berbagi kehangatan makin memudar.

Bisa dibayangkan, setiap hari yang dikeluarkan di medsos adalah ekspersi-ekspresi yang dingin, sarkastis, menyakitkan, dan mengabaikan. Itu menunjukkan sebenarnya bangsa kita ini bergerak ke arah yang tidak beradap, tegasnya.

Gejala abai terhadap sesama itu tidak hanya tercermin di ranah media sosial. Kasandra mencontohkan semakin jarang masyarakat yang mengucapkan terima kasih saat dibukakan pintu di tempat umum, atau tidak menyerobot saat hendak masuk ke dalam lift yang penuh.

Untuk itulah, lajutnya, dibutuhkan upaya untuk mengembalikan nilai-nilai sopan santun, ramah tamah, dan tolong menolong dalam kehidupan bermasyarakat. "Tunjukkan bahwa kita bukan bangsa yang sinis, cinta kekerasan, dan menyakiti sesama."

Menurutnya, jika semangat positif mulai ditularkan oleh segelintir orang saja, lama-kelamaan budaya abai tersebut akan memudar dengan sendirinya. Masyarakat pada akhirnya diharapkanmenjadi lebih peduli dengan sesamanya.

Sejalan dengan itu, orang-orang tidak akan lagi merasa harus mencari perhatian di media sosial, apabila hasratnya untuk mendapatkan atensi dari rekan dan kerabatnya terpenuhi di dunia nyata.

Medsos dapat kita jadikan tempat untuk berbagi dukungan, terutama saat ada kawan yang sakit atau tertimpa musibah. Dengan kita berbagi, orang yang sakit menjadi lebih cepat sembuh dan semangat untuk berjuang sembuh itu bisa menginspirasi kita, sebut Kasandra.

Dia mengatakan seseorang yang sedang sakit atau butuh bantuan lebih baik dibiarkan mencari kehangatan atau perhatian dari orang lain di medsos, ketimbang dilarang melakukan apapun dan hanya diizinkan beristirahat seorang diri di kamarnya.

Sekali lagi, sosmed dapat dimanfaatkan untuk membagi berita, ilmu, semangat, maupun inspirasi. Sekarang, tergantung bagaimana Anda menyikapinya. Sebab, secuil perhatian bagi sesama bisa berdampak besar untuk mengalirkan energi positif bagi lingkungan sekitar kita.

No comments :

Post a Comment

"Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan"